Suku Serawai
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Sejarah
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
- Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
- Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
- Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
- Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
- Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
- Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
- Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Definisi Serawai
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan antar sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang hidup di komunitas suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :
- Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh bukit Campang;
- Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
- Serawai berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Rejang dialek Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar